Minggu, 15 Februari 2015

power point RAPD

https://docs.google.com/presentation/d/1DN8KllIb2l4idgCoFV19k9k3nmJKY1X_Tx9DyfxY7Js/edit?usp=sharing

APA ituu RAPD ((Random Amplified Polymorphic DNA)????



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Indonesia memiliki keanekaragaan hayati yang sangat tinggi, salah satu diantaranya adalah tanaman. Beberapa tanaman di Indonesia merupakan tanaman yang menyerbuk silang, keturunan yang dihasilkan masih sangat heterogen, sehingga kesamaan genetik belum tentu bisa didapatkan jika seleksinya hanya mendasarkan pada kesamaan morfologi, serta sifat fisiologis. Dalam hal ini, kebanyakan karakter yang nampak merupakan interaksi genetik dan kondisi lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya analisis molekuler pada tanaman. Mengetahui tanaman langka dan terancam punah mengatur variasi genetiknya di alam untuk mempertahankan spesiesnya melalui teknik biologi molekuler.
 Teknik biologi molekuler telah memberikan peluang untuk mengembangkan dan mengidentifikasi peta genetik dari suatu kultivar tanaman. Pendekatan genetika molekuler dengan menggunakan penanda DNA telah berhasil membentuk penanda molekuler yang mampu dalam mendeteksi gen dan sifat-sifat tertentu, evaluasi keragaman dan evolusi pada tingkat genetik. Beberapa teknik penanda DNA tersebut adalah Restriction Fragment Length Polymorphism, Amplified Fragment Length Polymorphism dan Random Amplified polymorphic DNA (Pohan. 2006).

1.2  Rumusan Masalah
Rumusan Masalah dalam makalah ini adalah :
1.    Bagaimana metode kerja dan fungsi RAPD ?
1.3  Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.      Mengetahui metode kerja dan fungsi RAPD
1.4  Manfaat Penulisan
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1.      Sebagai bahan informasi dan refrensi untuk para mahasiswa dan masyarakat

BAB II
HASIL DAN DISKUSI
2.1. RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)
            Terdapat tiga jenis penanda genetik dalam menganalisis genom, yaitu penanda morfologi, penanda protein dan penanda DNA. Untuk menjadi penanda genetik, lokus dari penanda harus lokus yang secara eksperimen dapat mendeteksi variasi diantara individu di dalam pengujian populasi. Perbedaan jenis penanda bisa mengidentifikasi polimorfisme yang berbeda juga.
Penanda morfologi yang selama ini digunakan merupakan penanda yang berdasarkan pada hereditas Mendel yang sederhana, seperti bentuk, warna, ukuran dan berat. Karakter morfologi (fenotip) bisa digunakan sebagai indikator yang signifikan untuk gen yang spesifik dan penanda gen dalam kromosom karena sifat-sifat yang mempengaruhi morfologi dapat diturunkan. Dalam jumlah besar penanda morfologi dipelajari dan dipetakan untuk manusia, mencit, Drosophila, jagung tomat serta hewan dan tumbuhan lainnya.
Protein merupakan alternatif yang dapat digunakan sebagai penanda genetik karena protein merupakan produk dari ekspresi gen. Perbedaan alel pada gen akan menghasilkan produk yang berbeda dalam hal komposisi asam amino, ukuran dan modifikasinya. Salah satu protein yang populer sebagai penanda genetik adalah isozym. Enzim ini digunakan menjadi penanda genetik karena selalu berbeda dalam mobilitas elektroforesis tetapi memiliki aktivitas enzim yang sama (Pohan. 2006).
Sejak ditemukan penanda DNA, penanda ini menjadi populer digunakan dalam mempelajari filogenetik molekuler. Penanda DNA adalah sebagian kecil DNA yang dapat menunjukkan polimorfisme diantara individu yang berbeda. Ada dua macam pendekatan yang dilakukan pada analisis penanda DNA ini, diantaranya pendekatan dengan hibridisasi dan PCR. Larik DNA bisa dideteksi menggunakan hibridisasi asam nukleat, larik DNA yang digunakan harus berasal dari lokus yang sama hasil isolasi dan pemurnian. Larik DNA yang sama lokus berasal dari spesies yang sama atau spesies yang lain tapi berkaitan. Hal ini menjadi dasar untuk penanda RFLP (Restriction Fragment Length polymorphism).
Pendekatan melalui PCR merupakan teknik mengamplifikasi segmen target, dua primer didesain menggunakan segmen yang dibutuhkan setelah disekuensing. Mikrosatelit, STSs (Sequence tagged sites), ESTs (Expressed sequence tags) dan lain-lain biasa digunakan sebagai penanda genetik dengan PCR. Pemilihan primer yang belum diketahui sebelumnya bisa digunakan secara acak pada penanda genetik RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA).
Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) adalah suatu sistem deteksi molekuler yang berbasis PCR, salah satu teknik molekuler untuk mendeteksi keragaman DNA didasarkan pada penggandaan DNA. RAPD juga merupakan penanda DNA yang memanfaatkan primer acak oligonukleotida pendek (dekamer) untuk mengamplifikasi DNA genom organisme (Cheema dan Pant. 2013).
Penanda RAPD telah digunakan untuk studi populasi. Secara teknis lebih sederhana daripada penanda berbasis DNA lainnya (misalnya RFLP), mampu meneliti sejumlah besar lokus, dan diharapkan untuk memberikan sampel yang jauh lebih acak dari genomik DNA. Bahwa RAPD mengungkapkan pola keragaman genetik, tapi RAPD cenderung memberikan diagnostik populasi, ras atau spesies-spesifik penanda. Karakteristik ini dapat menjadi penting untuk studi populasi dan untuk menginformasikan keputusan tentang konservasi populasi (Cheema dan Pant. 2013).
Salah satu penanda molekuler untuk analisis keragaman genetik adalah Randomly Amplified Polymorphic DNA (RAPD). Dasar dari analisis RAPD adalah penggunaan alat Polymerase Chain Reaction (PCR) yang merupakan suatu metode in vitro untuk memperbanyak sekuen DNA dan merupakan teknik yang sangat berguna untuk identifikasi genotipik, analisa kekerabatan, filogenetik dan pemetaan genetik.
 Teknik RAPD ini telah digunakan untuk mengetahui bagaimana tumbuhan langka dan terancam punah mengatur variasi genetiknya di alam untuk mempertahankan spesiesnya. Pohan (2006), penelitian tentang tumbuhan langka Morus macroura Miq., semua primer (dari profil pita) menunjukkan persentase polimorfisme yang cukup tinggi (75%). Hal ini menunjukkan tingginya variasi genetik pada populasi tumbuhan andalas yang diamati. Enam primer pada penelitian ini menghasilkan jumlah total pita sebanyak 40 pita dengan kisaran ukuran antara 300 bp sampai dengan 6000 bp.
Penemuan PCR dengan primer acak dapat digunakan untuk amplifikasi satu set lokus secara acak yang dapat didistribusikan dalam setiap genom, dapat memfasilitasi pengembangan penanda genetik untuk berbagai tujuan. Kemudahan dan penerapan teknik RAPD telah memikat para peneliti. Alasan utama keberhasilan analisis RAPD adalah memperoleh sejumlah besar penanda genetik yang hanya membutuhkan sejumlah kecil DNA tanpa persyaratan untuk kloning, sekuensing atau bentuk lain dari karakterisasi molekuler dari genom spesies yang bersangkutan (Bardacki, 2000).
Manurut Bardacki (2000), teknologi standar RAPD menggunakan oligonukleotida sintetik pendek (10 pasang basa) urutan acak sebagai primer untuk amplifikasi sejumlah nanogram DNA genomik total di bawah suhu rendah annealling dengan PCR. Produk amplifikasi umumnya dipisahkan pada gel agarosa dan diwarnai dengan etidium bromida. Primer decamer secara komersial tersedia dari berbagai sumber (misalnya, Operon Technologies Inc, Alameda, California).
Pengukuran pergeseran genetik dapat diukur dengan menggunakan penanda genetik selektif netral seperti RAPD. RAPD-PCR memiliki keuntungan yang cepat dan mudah, membutuhkan bahan tanaman kecil, dan memiliki resolusi tinggi. Dengan demikian, sangat cocok untuk studi tanaman langka dan telah berhasil digunakan untuk menunjukkan hubungan positif antara ukuran populasi dan variabilitas genetik dalam tanaman langka, dan menunjukkan pergeseran genetik (Poerba dan Yuzammi. 2008).

2.2. Metode Kerja RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)
Setiap tabung PCR berisi 12,5 ml larutan reaksi PCR. Komponen reaksi PCR seperti yang terdapat pada tabel 2. Pembuatan komponen reaksi PCR tersebut dilakukan secara hati-hati dan cepat di dalam wadah berisi es untuk menjaga keefektifan kerja beberapa zat yang digunakan seperti dNTPs dan enzim Taq polimerase yang mudah rusak.

Selanjutnya, tabung yang sudah berisi komponen reaksi dimasukkan ke dalam alat DNA Thermal Cycler yang telah dinyalakan sebelumnya selama 30 menit. Karena alat sudah diprogram sebelumnya, maka alat dapat langsung digunakan. Alat Thermal Cycler melakukan proses amplifikasi pada suhu 94°C untuk denaturasi awal selama 2 menit terhadap DNA sampel, kemudian dilanjutkan dengan 45 siklus yang diawali dengan denaturasi pula pada 94°C selama 1 menit, annealing (penempelan primer) dilakukan pada suhu 34°C selama 1 menit, dilanjutkan dengan polimerisasi pada suhu 72°C selama 2 menit. Rangkaian proses dari denaturasi sampai polimerisasi disebut dengan satu siklus. Pada siklus yang terakhir dilakukan inkubasi pada suhu 72°C selama 5 menit.
Tabel : Komposisi reaksi PCR RAPD
Larutan stok
Konsentrasi akhir
Volume ½ reaksi (ml)

DNA

1 ml
Buffer PCR 10 x
Buffer PCR 1x
12,5 ml
25 mM MgCl2
2 mM
1 ml
5U/mlTaq DNA polimerase
1 U
0,1ml
100 mM dNTP
200 mM (untuk masing-masing
dATP, dCTP, dGTP, dTTP)

0,1 ml
32 ng/ml primer
32 ml
1 ml
Air deion


Hingga volume total
12,5 ml

Hasil amplifikasi selanjutnya dielektroforesis pada gel agarosa 1.5 % pada tegangan 50 Volt selama 1-2 jam. Dokumentasikan hasil elektroforesis dengan menggunakan kamera Polaroid atau digital Keberadaan profil DNA unik antar lokus gen akan terlihat berupa pita terang setelah pewarnaan gel dengan EtBr yang dilihat di bawah pendaran sinar UV (Kusumawaty. 1996)



http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/d/d9/RAPD.JPG/250px-RAPD.JPG




Gambar: Hasil Elektroforosis RAPD























BAB III
KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan
            Berdasarkan uraian diatas tentang RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) maka dapat disimpulkan bahwa:
1.      Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) adalah suatu sistem deteksi molekuler yang berbasis PCR, salah satu teknik molekuler untuk mendeteksi keragaman DNA didasarkan pada penggandaan DNA. RAPD juga merupakan penanda DNA yang memanfaatkan primer acak oligonukleotida pendek (dekamer) untuk mengamplifikasi DNA genom organisme.
2.      Dasar dari analisis RAPD adalah penggunaan alat Polymerase Chain Reaction (PCR) yang merupakan suatu metode in vitro untuk memperbanyak sekuen DNA dan merupakan teknik yang sangat berguna untuk identifikasi genotipik, analisa kekerabatan, filogenetik dan pemetaan genetik















DAFTAR PUSTAKA


Bardakci., F .2001. Random amplified polymorphic DNA (RAPD) markers. Turk J Biol 25, 185-196.

Cheema, S., K.,  dan Pant M,.R . 2013.  Rapd Analysis of the Seven Cultivated Varieties of Capsicum annuum L. Department of Botany, Guru Nanak Khalsa College, Matunga, Mumbai-400019, India

Kusumawaty,. D. 1996. RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). FMIPA UPI. Bandung

Minarsih, H. dan Heliyana, E. 2011.  Analisis keragaman genetik Ganoderma spp. yang berasosiasi dengan tanaman kakao dan tanaman pelindungnya menggunakan Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD). FMIPA IPB. Bogor

Poerba, Y.S. dan Yuzammi. 2008. Pendugaan keragaman genetic Amorphophallus titanum Becc. berdasarkan marka Random Amplified DNA. Biodiversitas 9 (2): 103-107.

Pohan, D. S. 2006. Penentuan Variasi Genetik Tumbuhan Andalas (Morus macroura) dengan Teknik Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD). Tesis Program Studi Biologi. Pasca-Universitas Andalas. Padang

Rahayu, E.S., dan S., Handayani, 2010. Keragaman genetik pandan asal Jawa Barat berdasarkan penanda inter simple sequence repeat. Makara Sains 14 : 158-162

Subandiyah, S. 2006. Polymerase Chain Reaction untuk Deteksi atau Identifikasi Patogen Tumbuhan. Beberapa Metode Ekstraksi DNA. Pelatihan dan Workshop Identifikasi DNA dengan Aplikasi PCR. Malang.